Minggu, 05 Januari 2014

Langit yang Merindu

Diposting oleh Unknown di 01.22


Derasnya kamu menangis karena diriku yang tak pantas untuk kamu elu-elukan. Kamu hanya perihal yang tak harus mngorbankan setetes air yang berharga itu. 

Siang itu aku dan kamu berseru . berikrar dan berikhtiar untuk selalu bersanding di langit. Aku yang akan menerangi. Dan kamu yang akan menyejukkanku.
Perbincangan akan apa yang akan diberikan. Ini hanya sesaat ketika itu hanya sandiwara. Dari dulu-dulunya kami tidak pernah ditakdirkan satu. Komponen berbeda dari kami itu yang membuat kami sangat keterbelakang. Aku adalah matahari. Dia adalah awan.
Tahukah kau ketika hari itu cahaya mu sungguh membuatku muak. Aku meronta dan berteriak. Tak sadarkah kau telah mengambil hak ku di dunia ?
Aku yang penuh dengan keseriusan, kemapanan. Ini membuatku harus melakukakannya. Sekencang-kencangnya aku mengeluarkan kesedihan ini. Bumi pun mendukung keputusanku. Aku kalap dengan keadaan kacauku dengan matahari. Tak kuserahkan kebebasanku kepadanya. Kulontarkan semua kesedihanku. Angin membantuku. Mengencangkan tangisanku. Tapi tahukah aku akan keputusan salahku ? Tidak, aku tidak tahu.
Matahari dengan segelintir cahayanya hanya bersandar tenang di pangkuan langit.
Aku pun semakin murka dan hasilnya bumi menjadi berantakan. “Menyatupun kita tidak akan bias sepaham” , harapku untuk dia mengerti.
Matahari dan Awan yang saling berseteru. Langit pun hanya menjadi bidak tak bernyawa. Hanya bias merindukan suasana itu. Ketika Matahari dan Awan bercanda tentang asal usul dunia.
“Langitku hanya bicara seperti jangkar yang diam di dasar laut tapi akan bergerak ketika waktunya tiba. Yah, ketika dunia tidak ada lagi. Hilang di pelupuk Tuhan”, bersorak langit pada dirinya

Dan awan tetap berpendirian teguh begitu juga matahari
Ah… aku merindu

0 komentar:

Posting Komentar

 

Persembahan Kana Untuk Dunia Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review