Aku yang menjadi dingin dan tak bermartabat ini sungguh adalah
suatu dikte yang tak berperasaan. Aku yang menganggapmu seperti bagian dari
jiwa yang dingin ini justru mencengkramku dengan tanganmu yang begitu kotor. Baiklah
…. Kamu menang wahai prajurit . mari mulai perang ini
Danau yang menjadi perantara kita ini justru tenang melihat
kedua anak Tuhan yang tak punya rasa memiliki lagi . kamu yang mati rasa dan
aku yang mati jiwa. Siapakah yang lebih sakit ?
Kuduga dan kuadili semua perasaan yang menggeliat ini tetapi
hanya satu yang kutemukan . “kebenaranku akan kisah mu , kebenaranmu akan
sindiran manis, semuanya hanyalah pisau yang tumpul”
Sesungguhnya aku dan kamu ini mengapa ? hai penulis kenapa
menulis kisah kami ? kenapa perang ini justru menjadi inti curhatanmu ?
Sungguh duniaku menjadi lapuk tanpa ukiran lagi . sungguh
perang ini justru membuatku mati dengan keanggunan rasa penasaranmu
Biarlah danau tetap menjadi perantara kami, awan menjadi
saksi kami , dan Tuhan menjadi “hakim” keputusan kami. Perang ini tidak akan
berakhir ….
KK
Makassar, 28 Januari
2014
MUSIK
DAN HAMPA MENEMANIKU
0 komentar:
Posting Komentar