Angin yang
sejuk membangunkan dari kesadaran ku. Kini aku harus menghadapi kenyataan. Aku
menghadapi kegelapan
Setiap hari aku
hanya menatap dengan indah kelopak matanya. Sejauh pandanganku yang tak ada
akhirnya, dia terlihat nyata. Apakah ini hanya bentuk sandiwara yang harus aku
perhatikan? Jawabanpun tak muncul memberikan kesaksiannya.
Sejahit baju yang
telah kubuat adalah bentuk diriku ada. Walaupun tanpa ada jiwa yang lain, aku
tetap jiwa yang sejiwa mencari kebenaran. Serungkut dan seringgas rumput yang
berlalu lalang melihat kehadiran kita, aku merindukan sosoknya. Dahulu dapat
kulihat cahanya, kuraba rambutnya, kucium pipinya, kupeluknya dalam hamparan
hati yang sangat ingin memilikinya. Namun, itulah yang namanya imajinasi kan.
Hanya bisa kau lihat dan tak bisa kau sentuh. Itulah hidupku. Tanpa ada cahaya,
aku hanya bisa merasakan kehadiranmu yang suci. Kembalilah kepadaku, ibuku yang
tak bisa aku raih lagi. Sungguh aku tenggelam tanpa daya karena
ketidakhadiranmu mengisi simfoni hidupku.
Apa salahku
mendapati ini?
Kembalilah
kesisiku walaupun aku hanya manusia kotor yang tengah menapaki ujian sang
Pencipta. Dan tak hentinya aku menengadah, terus dan terus. Ceritaku yang sudah
usang dan akan tetap seperti ini.
Makassar, 12 April 2014
Kehampaan, Ketakutan, Kehancuran
0 komentar:
Posting Komentar